Pages

TEORI FEMINIS DAN PEKERJAAN SOSIAL FEMINISME DAN PEKERJAAN SOSIAL

Abstraksi
Feminisme sebagai sebuah teori dan metode memiliki implikasi yang cukup luas terhadap pekerjaan sosial. Makalah ini mendiskusikan beberapa karakteristik utama teori feminis liberal, radikal, dan sosialis; serta implikasinya terhadap enam bidang praktek pekerjaan sosial: terapi individu (casework), terapi kelompok (groupwork), terapi komunitas (community development), terapi organisasi (human service management), analisis kebijakan sosial (social policy analysis) dan penelitian pekerjaan sosial (social work research).
TERAS DEPAN
Pengaruh teori feminis terhadap pekerjaan sosial (social work) bermetamorfosa menjadi sebuah paradigma tersendiri yang dikenal dengan nama feminist social work (pekerjaan sosial feminis). Secara akademis, ia lahir sekitar awal tahun 1970an, ketika ‘wanita’ mulai ditambahkan ke dalam kurikulum pekerjaan sosial (Dominelli, 2002). Pada pertengahan tahun 1990an, paradigma baru ini kemudian memiliki kerangka teori dan prakteknya sendiri yang terutama dikembangkan dari perpaduan antara teori-teori feminis dan pekerjaan sosial. Beranjak dari organisasi sukarela dan aksi masyarakat (community action), perspektif feminis kini merangsek masuk ke bidang-bidang praktek pekerjaan sosial yang lain, seperti konseling, terapi kelompok, terapi organisasi, analisis kebijakan sosial, dan penelitian pekerjaan sosial.
FEMINIS LIBERAL
Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak kesetaraan terhadap wanita, terutama dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah kelompok ketimbang sebagai individu-individu. Mazhab ini mengusulkan agar wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Para pendukung feminisme liberal sangat banyak, antara lain John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Anna Julia Copper, Ida B. Wells, Frances E. W. Harper, Mary Church Terrel dan Fannie barrier Williams (Saulnier, 2000). Gerakan utama feminisme liberal tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan prinsip kesetaraan dengan laki-laki.
Inti ajaran feminis liberal
  • Memfokuskan pada perlakuan yang sama terhadap wanita di luar, dari pada di dalam, keluarga.
  • Memperluas kesempatan dalam pendidikan dianggap sebagai cara paling efektif melakukan perubahan sosial.
  • Pekerjaan-pekerjaan ‘wanita’, semisal perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga dipandang sebagai pekerjaan tidak trampil yang hanya mengandalkan tubuh, bukan pikiran rasional.
  • Perjuangan harus menyentuh kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di ruang-ruang publik. Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung laki-laki yang memperjuangkan kepentingan wanita.
  • Berbeda dengan para pendahulunya, feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara (welfare state) dan meritokrasi.
Implikasi terhadap pekerjaan sosial
1. Terapi Individu
Para pekerja sosial yang menggunakan perspektif feminis liberal mengusulkan agar wanita menjadi lebih mandiri baik secara ekonomi maupun emosional. Pekerja sosial akan membantu wanita memperoleh akses terhadap sumber-sumber yang sebelumnya hanya tersedia bagi laki-laki; membantu lesbian memperoleh akses terhadap pelayanan-pelayanan yang sebelumnya hanya diperuntukkan bagi wanita heteroseksual; atau membantu lesbian mengadopsi dan merawat anak secara adekuat.
2. Terapi Kelompok
Aktif mengembangkan kelompok-kelompok pelatihan assertiveness yang dapat membantu wanita mengatasi kekurang-percayaan diri dalam berpartisipasi di ranah publik bersama laki-laki. Selain itu, kaum feminis leberal juga mengembangkan ‘terapi perilaku cognitif’ atau Cognitive Behavioral Theraphy (CBT) yang dapat membantu wanita menetapkan tujuan-tujuan kognitif, emosional dan perilaku. Sebagi contoh, dalam sebuah workshop 6 sesi, partisipan wanita melakukan latihan: (a) meminta pasangannya untuk menelepon dia jika pulang terlambat; (b) praktek agar lebih berani dengan pasangan, atasan atau orang lain yang belum dikenal; (c) memberi penghargaan terhadap dirinya jika mampu mempraktekkan point b; (d) memberikan masukan kepada pasangannya mengenai keinginan dan perasaan-perasaannya dan berbicara terhadap orang lain pada suatu pertemuan; (e) menghadiri pertemuan-pertemuan tanpa ditemani laki-laki; dan (f) membaca buku yang berjudul Intelligent Woman’s Guide to Dating and Mating.
3. Terapi Komunitas
Para feminis liberal sangat aktif dalam mendirikan klinik-klinik pengendalian kelahiran. Dalam bidang pengembangan masyarakat ini, para pendukung feminis liberal di AS mendirikan organisasi kemasyarakatan yang diberi nama National Organization of Women (NOW) pada tahun 1966. Tujuan utama lembaga ini adalah meningkatkan kesetaraan dalam bidang politik, ekonomi dan kehidupan sosial. NOW juga mengusahakan perubahan kebijakan publik dan mendukung wanita menjadi anggota parlemen. Pada tahun 1970an, NOW mengajukan resolusi kemiskinan dan mendukung kaum minoritas, khususnya bagi wanita kulit putih kelas menengah.
4. Terapi Organisasi
Memfokuskan pada perlunya pelatihan administrasi bagi wanita untuk menggantikan posisi-posisi yang selama ini selalu diduduki laki-laki. Wanita perlu dilatih mengenai assertivenes dan kepercayaan diri agar mampu memimpin lembaga pelayanan sosial.
5. Analisis Kebijakan Sosial
Perjuangan paling kentara dari feminisme liberal di AS adalah dalam mengusulkan amandemen kebijakan kesetaraan hak (Equal Rights Amendement/ERA) untuk mengintegrasikan wanita kedalam arus utama kehidupan Amerika melalui penghapusan Undang-Undang dan tradisi-tradisi yang diskriminatif yang menghalangi wanita memperoleh kesamaan penuh dalam konteks kapitalisme. Dalam hal kebijakan reproduksi, feminis liberal mendukung bukan saja sterilisasi, melainkan juga aborsi. Wanita adalah individu yang otonom dan harus diberi hak dan kebebasan untuk mengontrol tubuhnya sendiri tanpa tekanan dari negara.
6. Penelitian Pekerjaan Sosial.
Melakukan penelitian untuk menentang mitos dan anggapan bahwa wanita yang terlibat dalam kegiatan intelektual akan mengalami gangguan dalam organ reproduksinya. Mengusulkan agar wanita terlibat dalam pengembangan desain-desain riset yang secara khusus meneliti istilah ‘feminis’. Terma-terma yang sering dikaji meliputi: logika, pengetahuan, realistik, cerdas, caring, comforting, agresif, aktivis, bekerja, ambisius, kuat, tanpa kompromi, dan heteroseksual.
FEMINIS RADIKAL
Feminis radikal lahir dari aktivitas dan analis politik mengenai hak-hak sipil dan gerakan-gerakan perubahan sosial pada tahun 1950an dan 1960an; serta gerakan-gerakan wanita yang semarak pada tahun 1960an dan 1970an (Saulnier, 2000). Namun demikian, mazhab ini dapat dilacak pada para pendukungnya yang lebih awal. Lewat karyanya, Vindication of the Rights of Women, Mary Wollstonecraft pada tahun 1797 menganjurkan kemandirian wanita dalam bidang ekonomi. Maria Stewart, salah satu feminis kulit hitam pertama, pada tahun 1830an mengusulkan penguatan relasi diantara wanita kulit hitam. Elizabeth Cuddy Stanton pada tahun 1880an menentang hak-hak seksual laki-laki terhadap wanita dan menyerang justifikasi keagamaan yang menindas wanita (Saulnier, 2000).
Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan Kiri Baru (New Left) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksi-aksi radikal merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita; dan menolak strategi kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak menyeluruh (Saulnier, 2000; Orme, 1998). Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara wanita dan laki-laki, feminis radikal menekankan pada perbedaan antara wanita dan laki-laki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang lain; wanita lebih tertarik untuk berbagi dan merawat kekuasaan.
Inti ajaran feminis radikal
  • The personal is political’ adalah slogan yang kerap digunakan oleh feminis radikal. Maknanya: bahwa pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan kesengsaraan yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal, pada hakekatnya adalah isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbangan kekuasaan antara wanita dan laki-laki.
  • Memprotes eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu, dan pasangan sex laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi pendiskriminasian terhadap wanita.
  • Menggambarkan sexism sebagai sistem sosial yang terdiri dari hukum, tradisi, ekonomi, pendidikan, lembaga keagamaan, ilmu pengetahuan, bahasa, media massa, moralitas seksual, perawatan anak, pembagian kerja, dan interaksi sosial sehari-hari. Agenda tersembunyi dari sistem sosial itu adalah memberi kekuasaan laki-laki melebihi wanita.
  • Masyarakat harus diubah secara menyeluruh. Lembaga-lembaga sosial yang paling fundamental harus diubah secara fundamental pula. Para feminis radikal menolak perkawinan bukan hanya dalam teori, melainkan sering pula dalam praktek.
  • Menolak sistem hierarkis yang berstrata berdasarkan garis jender dan kelas, sebagaimana diterima oleh feminis liberal.
Implikasi terhadap pekerjaan sosial
1. Terapi Individu
Motto ‘the personal is political’ menjadi perhatian utama dalam berbagai strategi terapi individu yang dikembangkan kaum feminis radikal. Tujuan casework meliputi transformasi personal melalui aksi radikal yang memfokuskan pada perasaan-perasaan terasing dan tidakberdaya akibat tekanan politik. Perhatian terhadap kesadaran sosiopolitik dan konsekuensi kehidupan masyarakat yang tidak adil menjadi tema utama dalam pengembangan model perawatan kesehatan mental dan masalah-masalah klinis. Satu terapi individu yang dibentuk kelompok feminis radikal adalah Advocacy for Women and Kids in Emergencies (AWAKE), sebuah program pendampingan dan konseling di wilayah Boston bagi wanita dan anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

2. Terapi Kelompok
Pembentukan kelompok-kelompok C-R (consciousness-raissing) bagi para wanita adalah salah satu ‘trade-mark’ feminis radikal dalam bidang terapi kelompok. Kelompok menyelenggarakan program-program yang bersifat: (a) transformasi personal, yakni menciptakan kesempatan kepada wanita untuk mengungkapkan kemarahan dan ketidakadilan; dan (b) transformasi sosial, yakni menciptakan proyek-proyek pusat kegiatan wanita, menerbitkan koran wanita, dan membuat direktori tentang sumber-sumber yang dapat diakses wanita.
3. Terapi Komunitas
Kegiatan-kegiatan kaum feminis radikal dalam bidang pengembangan masyarakat meliputi protes terhadap pornografi dengan argumen bahwa pornografi mempromosikan kekerasan dan permusuhan terhadap wanita; kampanye pendidikan menentang perkosaan dan kekerasan terhadap wanita. Sumbangan lain dari feminis radikal adalah pembentukan ‘Ekonomi Baru bagi Wanita’, sebuah organisasi pengembangan ekonomi aktivis Amerika Latin yang memperjuangkan perumahan murah yang didesain untuk ibu-ibu yang bekerja di luar rumah. Satu publikasi terkenal yang dihasilkan para aktivis feminis radikal di AS adalah buku the Boston Women’s Health Book Collective yang mendorong wanita untuk mengontrol kesehatan berdasarkan kemampuan dan kemauannya sendiri.
4. Terapi Organisasi
Menolak struktur organisasi hierarkis. Mengusulkan agar lembaga pelayanan manusia memiliki struktur ‘hierarkis mendatar’ yang menghilangkan dikotomi dan perbedaan-perbedaan yang berlebihan antara administrator, staff dan klien. Model ini menganjurkan pentingnya struktur organisasi yang lebih demokratis menghargai keragaman keterampilan dan kontribusi orang; menekankan prinsip berbagi informasi ketimbang merahasiakannya; dan mendorong orang untuk memperluas keahliannya melalui pembagian kerja, rotasi tugas, dan penyelesaian tugas secara bersama. Feminis radikal mengusulkan sistem administrasi yang menghargai proses, perubahan struktur, dan kekuatan-kekuatan wanita ketimbang kelemahan-kelamahannya.
5. Analisis Kebijakan Sosial
Satu kebijakan yang paling ditentang feminis radikal adalah menyangkut pornografi. Pornografi adalah aktivitas yang mempromosikan kekerasan seksual, mulai dari produksi, konsumsi hingga akibat-akibat yang ditimbulkannya. Mereka mendefinisikan pornografi sebagai gambar atau material yang secara eksplisit mensubordinasi wanita melalui gambar atau bahasa. Dowrkin dan MacKinon, dua tokoh feminis radikal di AS, mengusulkan Rancangan Undang Undang Antipornografi di Kota Minneapolis. RUU tersebut berhasil diloloskan dewan kota sebanyak dua kali, namun walikota memveto RUU itu sebanyak dua kali pula.
6. Penelitian Pekerjaan Sosial
Penelitian feminis radikal menerapkan pendekatan alternatif yang tidak hanya ‘memasukan wanita kemudian mengontrolnya’, melainkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang merespon kebutuhan dan aspirasi wanita. Sebagai contoh: penelitian terhadap para mahasiswa dilakukan dengan mengkombinasikan pendekatan consciousness-raising dengan buku harian kelompok yang dihimpun dalam komputer secara anonim. Anonimitas dan kolektifitas buku harian dipandang sebagai satu cara efektif menghimpun perasaan-perasaan partisipan yang tersembunyi. Topik-topik penelitian lainnya biasanya menyangkut bagaimana wanita merekonstruksi dinamika kekuasaan, mendefinisikan pengalaman-pengalaman personalnya dalam terma politik, atau mempertimbangkan aksi-aksi sosial.
FEMINIS SOSIALIS
Feminis sosialis mulai dikenal sejak tahun 1970an. Menurut Jaggar, mazhab ini merupakan sintesa dari pendekatan historis-materialis Marxisme dan Engels dengan wawasan ‘the personal is political’ dari kaum feminis radikal (Fakih, 1995), meskipun banyak pendukung mazhab ini kurang puas dengan analisis Marx dan Engels yang tidak menyapa penindasan dan perbudakan terhadap wanita (Saulnier, 2000).
Marx menyatakan: kondisi material atau ekonomi merupakan akar kebudayaan dan organisasi sosial. Cara-cara hidup manusia merupakan hasil dari apa yang mereka produksi dan bagaimana mereka memproduksinya. Maka, semua sejarah politik dan intelektual dapat difahami dengan mengetahui ‘mode of economic production’ yang dilakukan oleh bangsa manusia. Kesadaran dan diri berubah mengikuti perubahan lingkungan material. Marx berargumen: “it is not consciousness that determines life, but life that determines consciousness” (Saulnier, 2000).6 Menurut Engels, wanita dan laki-laki memiliki peranan-peranan penting dalam memelihara keluarga inti. Namun karena tugas-tugas tradisional wanita mencakup pemeliharaan rumah dan penyiapan makanan; sedangkan tugas laki-laki mencari makanan, memiliki dan memerintah budak, serta memiliki alat-alat yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut; laki-laki memiliki akumulasi kekayaan yang lebih besar ketimbang wanita. Akumulasi kekayaan ini menyebabkan posisi laki-laki di dalam keluarga menjadi lebih penting daripada wanita dan pada gilirannya mendorong laki-laki untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai wanita dan menjamin warisan bagi anak-anaknya (Saulnier, 2000).
Inti ajaran feminis sosialis
  • Wanita tidak dimasukan dalam analisis kelas, karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan khusus dengan alat-alat produksi. Karenanya, perubahan alat-alat produksi merupakan ‘necessary condition’, meskipun bukan ‘sufficient condition’, dalam mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi penindasan terhadap wanita.
  • Menganjurkan solusi untuk membayar wanita atas pekerjaannya yang dia lakukan di rumah. Status sebagai ibu rumah tangga dan pekerjaannya sangat penting bagi berfungsinya sistem kapitalis. Logikanya: ‘capitalism depends on the housewife’s free labor to maintain its workers; if the housewife refused to continue to work without pay, capitalism could not function...’ (Saulnier, 2000:56-57).
  • Kapitalisme memperkuat sexism, karena memisahkan antara pekerjaan bergaji dengan pekerjaan rumah tangga (domestic work) dan mendesak agar wanita melakukan pekerjaan domestik. Akses laki-laki terhadap waktu luang, pelayanan-pelayanan personal, dan kemewahan-kemewahan telah mengangkat standar hidupnya melebihi wanita; karenanya adalah laki-laki sebagai anggota sistem patriakal, bukan hanya cara-cara ekonomi kapitalis, yang diuntungkan oleh tenaga kerja wanita.

Implikasi terhadap pekerjaan sosial
1. Terapi Individu
Menganjurkan agar pekerja sosial yang membantu wanita korban kekerasan untuk memfokuskan pada kekuasaan politik laki-laki dalam struktur patriakal. Pada saat memberi konseling, sebaiknya pekerja sosial tidak menyatukan korban dengan pelaku kekerasan.
2. Terapi Kelompok
Mengusulkan pembentukan kelompok-kelompok swadaya. Karena bersandar pada pengalaman sehari-hari para wanita pekerja, kelompok swadaya dipandang sangat potensial dalam meningkatkan solidaritas diantara para anggotanya. Untuk mengoptimalkan peran kelompok swadaya sebagai sebuah terapi kelompok, strategi yang dikembangkan meliputi: (a) menghubungkan kelompok-kelompok swadaya dengan kritik wacana sosial yang lebih luas; (b) membantu kelompok-kelompok tersebut menjadi sebuah agen perubahan sosial; dan (c) membantu kelompok-kelompok swadaya menghindari hegemoni profesional dan sistem welfare state.
3. Terapi Komunitas
Mendorong pembentukan serikat-serikat pekerja berdasarkan analisis jender dan kelas. Salah satu serikat pekerja yang terkenal adalah the National Women’s Trade Union League (NWTUL) yang didirikan tahun 1903 oleh para wanita pekerja, reformis sosial, dan pekerja perumahan. NWTUL memiliki program-program perlindungan tenaga kerja yang mencakup penetapan delapan jam kerja per hari bagi wanita, penghapusan kerja malam, kesehatan dan keselamatan kerja, toilet khusus bagi wanita, jabatan khusus bagi wanita, larangan mempekerjakan wanita hamil dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran, pensiun bagi ibu-ibu selama tidak bekerja, perlindungan wanita dan anak-anak, penyediaan dokter wanita, standar gaji yang adil.
4. Terapi Organisasi
Sumbangan feminis sosialis terhadap terapi organisasi adalah analisisnya mengenai hubungan antara asumsi-asumsi patriakal dan birokrasi. Mereka mengusulkan tipe baru struktur organisasi yang disebut ‘neo-birokrasi’. Karakteristik neo-birokrasi antara lain: menolak kemandekan, mengakui kontribusi serikat pekerja dalam meningkatkan perlindungan dan jaminan sosial, membatasi spesialisasi meski tetap menghargai keahlian, peraturan organisasi dirumuskan secara fleksibel, dan menghargai proses dan hasil sebagai aspek keberhasilan pelayanan organisasi.
5. Analisis Kebijakan Sosial
Menentang analisis ahistoris keluarga yang biasanya dijadikan rujukan dalam merumuskan kebijakan sosial. Tanpa pengetahuan mengenai perubahan-perubahan dalam struktur keluarga, kebijakan akan gagal meningkatkan kesejahteraan keluarga; bahkan akan menghancurkannya. Menganjurkan kebijakan keluarga yang mampu: (a) memperluas akses wanita terhadap pekerjaan; (b) mendukung keluarga sebagai mana struktur saat ini; dan (c) membuat lembaga-lembaga publik yang lebih memihak kepentingan keluarga dengan fokus utama pada keluarga-keluarga yang paling rentan, yakni keluarga miskin.
6. Penelitian Pekerjaan Sosial
Perspektif feminis sosialis menempatkan penelitian untuk menantang kontrol dan dominasi kelompok-kelompok hegemonik. Mazhab ini meyakini bahwa dengan melibatkan wanita sebagai kelompok yang tertindas dapat mempertajam analisis ilmiah maupun perjuangan politik. Penelitian dapat diawali dengan analisis mengenai pembagian kerja secara seksual, karena wanita masih dipandang sebagai kelompok yang bertanggungjawab melakukan pekerjaan domestik, meskipun mereka berpartisipasi dalam pekerjaan bergaji. Kita tidak apat memahami hubungan antara wanita dan struktur ekonomi tanpa memandang peranan wanita dalam struktur ekonomi tersebut dan menganalisisnya dari perspektif wanita. Beberapa tema penelitian yang diusulkan feminis sosial mencakup: pekerjaan bergaji berdasarkan perbedaan sex; pekerjaan rumah tangga seperti belanja, memasak, mencuci, merawat rumah, berkebun; bagaimana wanita memandang ‘pekerjaan tubuh’ termasuk perawatan badan, diet, olah raga dan usaha lain untuk mempertahankan standar kecantikan; kehamilan, melahirkan bayi, dan fungsi-fungsi perawatan; perawatan kesehatan seperti menjadwalkan dan menghadiri konsultasi medis; aktivitas seksual; pekerjaan emosional dalam memperhatikan suami, anak-anak, teman dan tetangga.


RPP Madrasah Ibtida'iyah


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


RPP Ini Diajukan Sebagai salah Satu Tugas Akhir Menempuh Mata Kuliah Pembelajaran Seni Budaya
 
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan      : Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Mata Pelajaran            : Seni Budaya
Kelas/Semester            : V / I
Materi Pokok              : Seni Dekoratif Nusantara
Pertemuan ke-/Waktu : Pertama / 2 x 35 Menit

I.       Standar Kompetensi    : 1. Mengapresiasi karya seni rupa
II.    Kompetensi Dasar  : 1.1. Mengidentifikasi jenis motif hias pada karya seni rupa nusantara daerah setempat
III. Indikator                      : 1.1.1.  Menunjukkan karya seni rupa didaerah setempat secara tepat
                                   1.1.2.  Menyebutkan karya seni rupa didaerah setempat secara tepat
 1.1.3. Menunjukkan sikap epresiatif terhadap karya seni rupa daerah setempat secara tepat

IV. TUJUAN PEMBELAJARAN
- Siswa mampu mengidentifikasi karya seni rupa didaerah setempat..
- Siswa mampu menyebutkan karya seni rupa didaerah setempat secara tepat.
- Siswa mampu menunjukkan sikap apresiatif terhadap karya seni rupa daerah setempat

V. MATERI POKOK
Seni Dekoratif Nusantara
Kita mengenal berbagai macam motif hias
a.       Ukiran Kayu
Di indonesia banyak terdapatr ukiran-ukiran. Hampir setiap daerah memiliki seperti Bali, Jawa, Kalimantan dan Papua merupakan daerah yang terkenal ukirannya baik mengenai ragam motif hias ukir-ukiran pada kayu, senjata, dan benda-benda lain
b.      Pengaruh Budaya Lain
Sepanjkang sejarah Indonesia, kita mengenal berbagai pengaruh budaya lain dalam kehidupan nenek moyang. Dari kebudayaan India kita mengenal candi-candi dan bangunan kuno serta relief dan ukir-ukiran. Dari kebuidayaan arab kita mengenal seni kaligrafi dan ragam hias geometris. Kebudayaan ini berbaur dengan kebudayaan asli nenek moyang

VI. METODE                                    
  1. Ceramah                                              e.  Refleksi
  2. Observasi                                            f.  Penugasan
  3. Diskusi                                                g.Snow Ball Throwing

VII. ALAT/ BAHAN/ SUMBER BELAJAR
  1. Gambar-gambar seni dekoratif
  2. Buku yang relevan
  3. Video karya seni rupa
  4. Kertas/ Lembar kerja

VIII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Kegiatan
Pengalaman belajar
Metode
Alokasi waktu
Awal (Apersepsi)
a. Guru memberi salam dan memulai pelajaran dengan berdo’a bersama
b.Guru menanyakan kabar dan mengabsen siswa
c. Guru memberikan pertanyaan tentang hubungan makhluk hidup dan lingkungannya sebagai apersepsi
d.                     Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai secara singkat
e. Guru membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 5 anak
Ceramah
15 Menit







INTI
f.Guru mengajak siswa melakukan observasi tentang seni dekoratif nusantara yang diberi motif hias pada ukir-ukiran pada kayu, senjata dan benda-benda lain
g.Siswa mendiskusikan dalam kelompok tentang seni dekoratif nusantara yang diberi motif hias pada ukir-ukiran pada kayu, senjata dan benda-benda lain
h.Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
i.Tiap siswa diberi satu kertas kerja untuk menuliskan pertanyaan terkait materi yang telah di presentasikan tadi.
j.Kertas tadi dibuat semacam bola dan di lemparkan ke teman lainnya
k.Tiap siswa mendapat satu bola, lalu diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas tersebut
Observasi



Diskusi





Snow Ball Throwing
15 Menit



15 Menit





15 Menit
AKHIR
l. Bersama siswa guru menyinpulkan pelajaran dan melakukan refleksi.
m. Guru menjelaskan tugas rumah.
n. Guru menutup pelajaran dengan bacaan hamdalah dan diakhiri dengan ucapan salam.
Refleksi

Penugasan
10 Menit

5 Menit

IX. PENILAIAN
a. Teknik penilaian :
1.Tes Tulis
2. Observasi
b. Bentuk Instrumen :
1. Tes Uraian
2. Lembar Observasi
c. Soal / Instrumen
Aspek penguasaan konsep (Kognitif)
   Jawablah dengan benar dan jelas!
1.      Sebutkan macam ragam motif hias ukir-ukiran!
2.      Carilah beberapa motif hias ukiran daerahmu!

pedoman penskoran
NO
JAWABAN
SKOR
1






2






Jumlah (Skor Maksimal)


         Nilai       =          Jumlah skor yang diperoleh    X 100
                                                Skor maksimal            

           
Mengetahui
Kepala Madrasah


________________

Ponorogo, 20 Juni 2010
Guru Bidang Study