Pages

Filsafat Pendidikan

FILSAFAT DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN

Untuk memahami filsafat pendidikan haruslah merujuk pada filasat secara umum. Filsafat dalam kata arab falsafah, berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, yang berarti philo = cinta, suka (loving), dan sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi secara semantic filsafat adalah cinta kepada pengetahuan/ kebenaran. Sedangkan secara epistemologis filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir (Mustofa, 1999). Sedangkan sasaran filsafat adalah kesemestaan (universalitas).
Ujar Abraham Kaplan sebagaimana yang dikutib Wiliam F.O’neil, untuk memaparkan filosofi seseorang adalah sama dengan mengatakan bagaimana ia menentukan arah bagi dirinya dirinya sendiri di dunia pengalamannya, makna apa yang ia temukan dalam peristiwa-peristiwa, nilai mana yang dianutnya, tolok ukur atau ukuran macam apa yang memandu pilihannya dalam segala hal yang ia lakukan (O’neil: 2001). Filsafat adalah yang berkenaan dengan yang umum dan bukan yang khusus, berkaitan dengan makna dan bukannya fakta. Berfilsafat adalah pencarian yang terus menerus terhadap makna-makna yang luas, yang lebih jernih, lebih bisa berkompromi serta lebih jelas.

Ada tiga ideologi pendidikan yang saat ini yang dalam prakteknya terwujud dalam sistem pendidikan kita sehari-hari:
1. Konservatif
Idoleogi berakar dari keyakinan bahwa realitas sosial adalah semata-mata given, determinan dan pasti, struktur sosial adalah segala-galanya, setiap orang terikat dalam kontrak sosial dengan sekitarnya, orang tidak biosa mempertanyakan apa-apa yang seakan akan telah menjadi kenyataan. Walaupun itu bernama ketimpangan dan kesenjangan sosial, keterbelakangan karena semata-mata sudah given. Dalam praktek pendidikan, seringkali kita temui dalam tradisi kehidupan masyarakat yang masih memegang erat feodalisme.
2. Liberal
Pasang-surut dunia pendidikan kita secara resiprokal adalah potret lain dari perkembangan kehidupan masyarakat kita. Dalam banyak hal pendidikan kita memang sedang dalam kondisi babak belur. Terutama setelah beberapa kebijakan terakhir menyangkut soal kurikulum, institusional maupun problem paradigmatik. Namun tidak sulit menarik benang merah, berkait dengan kaitan kondisi pendidikan dengan kondisi kehidupan sosial secara umum. kehidupan global kelihatannya tak mampu lagi membendung kemenangan ideologi dan paradigma neo-liberalis dan kemenangan globalisasi, terutama menyangkut soal-soal ekonomi.
Pandangan ekonomi dari neoliberalisme, mengandaikan sama dengan pandangan liberalisme klasik. Pandangan yang pada intinya mendasarkan pada dua hukum dasar liberalisme klasik yakni, hukum fundamentalisme pasar dan hukum laissez faire . Fundamentalisme pasar mengandaikan bahwa pergerakan ekonomi semata-mata harus di serahkan pada pasar. Karena pasar memiliki apa yang dinamakan sebagai invisible hand (tangan ghaib) yang akan mampu secara otomatis mengendalikan harga. "bila jumlah penawaran tinggi dan pembelian rendah maka otomatis harga akan turun", begitu juga sebaliknya. Hukum pasar ini juga mengandaikan adanya: kompetisi yang tiada kompromi.
Jadi untuk mampu berkompetisi di era pasar bebas ini ada satu kata yang tidak bisa di tawar dan harus di lalui : kompetisi. Siapa yang lantas mampu berkompetisi, tentu mereka yang memiliki kemampuan modal, ilmu pengetahuan dan kelebihan lainnya. Yang tidak memilikinya, tentu akan menjadi penonton bahkan korban dan obyek permainan semata.
Yang kedua adalah hukum laissez faire, "biarkan sendiri". Larangan, intervensi negara terhadap kecenderungan pasar, karena pasar memiliki hukum sendiri. Pemerintah malah harus menjaga bagaimana pasar dan kompetisi berjalan fair. Kedua hukum ini ternyata secara sadar, telah di adopsi dunia pendidikan. Di dunia pendidikan kita lekat dengan istilah "Sumber Daya Manusia", dan hal ini menjadi sebuah pendekatan pendidikan di negeri kita. Kalimat ini sebenarnya berakar dari salah satu hukum liberalisme klasik diatas yakni: hukum pasar dan kompetisi. Kadangkala banyak diantara para praktisi pendidikan tidak menyadarinya, bahkan dengan tidak mau tahu mengikutinya.
Isinya seperti ini, pendidikan memang diarahkan sebagai upaya mempersiapkan anak didik menjadi "sumber daya manusia (human resources)" yang akan mampu "bersaing" di era global. Dua kata yang nyata-nyata berasal dari nomenklatur teori ekonomi khas kapitalis, yakni liberalisme. Tetapi kini, semuanya telah secara sadar teradopsi bersama masuknya berbagai komoditi khas pasar bebas, baik ilmu pengetahuan maupun produk-produk lain yang sejenis.
3. Kritis
Di atas telah diuraikan posisi pendidikan berkaitan dengan persoalan relasi sosialnya beserta kritik pemikiran kritis radikal terhadap kenetralan pendidikan aliran liberal/positivisme. Pertanyaan kemudian, apa sesungguhnya pendidikan kritis ini?
Pendidikan kritis pada dasarnya merupakan aliran, paham dalam pendidikan untuk pemberdayaan dan pembebasan. Pendidikan haruslah berbentuk suatu usaha yang mengarah pada cita-cita ideal/positif bagi umat manusia. Ia berfungsi sebagai usaha refleksi kritis, terhadap the dominant ideology ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, strata gender, kemiskinan, marginalisasi kaum bawah dan penyelewengan HAM, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil.
Lebih idealnya, Paulo Freire mengatakan bahwa pendidikan haruslah berorientasi pada konsepsi dasar memanusiakan kembali manusia yang telah mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur sosial yang menindas (Pedagogi of the Opresed, New York 1986:67). Ia juga melakukan kritik terhadap kapitalisme dan mencita-citakan perubahan sosial dan struktural menuju masyarakat yang adil dan demo-kratis, suatu masyarakat tanpa eksploitasi dan penindasan.
Oleh karena itu, pendidikan dalam mainstream ini adalah media untuk resistensi dan aksi sosial yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian dari proses transformasi sosial. Perangkat pisau analisis yang dipakai dalam memahami kontradiksi sosial adalah perspektif kelas. Analisis kelas ini ini lebih memfokuskan pada relasi struktur sosial, ketimbang hanya memfokuskan pada korban eksploitasi. Dengan demikian, yang menjadi agenda utama pendidikan kritis adalah tidak sekadar menjawab kebutuhan praktis untuk mengubah kondisi golo-ngan miskin, terbelakang, namun juga (meminjam istilah Antonio Gramsci) adalah melakukan counter hegemoni dan counter wacana terhadap ideologi sosial yang telah mengakar dalam keyakinan.
Metode praksis ideologi kritis
Metode praksis yang dipakai dalam persoalan ini bertitik tolak dari model pendidikan di luar kebanyakan sekolah formal yang kini banyak kita saksikan. Kalau pedagogi kita kenal sebagai manajemen mendidik anak, metode yang dipakai pendidikan kritis adalah andragogi yang dikenal sebagai mendidik orang dewasa.
Perbedaan keduanya sangat mencolok. Walaupun pedagogi bukan hanya seni mendidik anak dalam kategori usia, kebanyakan kita me-nyaksikan model ini dipakai oleh sistem sekolah kita. Pengertiannya adalah menempatkan murid sebagai anak-anak yang dianggap masih kosong dari ilmu pengetahuan. Ibarat botol kosong, ia perlu diisi dan setelah penuh, sang murid telah dianggap lulus/selesai.
Konsekuensi metode ini adalah menempatkan peserta didik secara pasif. Murid sepenuhnya menjadi objek dan guru menjadi subjek. Guru mengurui, murid digurui, guru memilihkan apa yang harus dipelajari, murid tunduk pada pilihan tersebut, guru mengevaluasi murid dievaluasi. Kegitan belajar ini me-nempatkan guru sebagai inti terpenting sementara murid menjadi bagian pinggiran (Seri Pendidikan Popular, 1999:24).
Berbalik dari itu, andragogi adalah pendidikan pendekatan orang ”dewasa” yang menempatkan murid sebagi subjek dari sistem pendidikan. Knowles (1970), menggambarkan murid sebagai orang dewasa diasumsikan memiliki kemampuan aktif untuk merencanakan arah, memiliki bahan, menyimpulkan, mampu mengambil manfaat, memikirkan cara terbaik untuk belajar, me-nganalisis dan meyimpulkan, serta mampu mengambil manfaat dari pendidikan. Fungsi guru adalah sebagai ”fasilitator”, bukan menggurui. Oleh karena itu, relasi antara guru dan murid bersifat multicomunication dan seterusnya.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer